Belajar Tandur Pari dan Icip-icip Makanan Enak di Disawa Pawon

IMG-20180916-WA0015

Lahir, besar, dan tinggal di desa yang dikelilingi areal persawahan tak lantas membuat saya karib dengan sawah. Seumur-umur saya tak pernah ikut dalam pesta keriaan musim tanam atau musim panen. La mau bagaimana lagi, wong bapak ibu saya nggak punya sawah.

Sejak kecil, ada beberapa obesesi saya yang berhubungan dengan sawah yang belum kesampaian. Naik kerbau yang digunakan untuk membajak sawah dilanjutkan guling-guling di lumpur, mencoba tandur, serta panen menggunakan ani-ani. Bilang ini obsesi yang absurd, tapi saya beneran pengen melakukan hal ini dan belum pernah kesampaian.

Satu-satunya yang pernah saya lakukan bersama kawan-kawan masa kecil hanyalah lompat-lompat di tumpukan jerami sisa panen, menjadikannya sebagai trampolin dan perosotan. Sesudahnya tubuh saya beset-beset dan untuk mandi perih sekali. Sekali saja mencoba. Kapok karena dimarahin ibu sekaligus bekasnya sangat pedih.

Baca : Melabuhkan Rindu di Kampung Halaman Wonosobo

disawa-pawon

Karena itu, saat minggu lalu saya berkunjung ke resto Disawa Pawon dan melihat dua orang ibu-ibu sedang menanami petak-petak sawah dengan batang padi muda, tanpa pikir panjang saya langsung minta ijin untuk turut serta.

“Saya boleh ikut tandur nggak, ya?” pinta saya pada Mbak Vera dan diteruskan pada Pak Budi selaku pemiliki resto yang baru dibuka bulan Agustus lalu.

“Boleh aja, mbak. Monggo,” jawab Pak Budi.

Saya pun kegirangan. Bergegas saya mengambil kebaya lurik yang ada di gantungan baju dan memakainya. Tak lupa caping di kepala. Biar menjiwai peran sebagai petani.

“Beneran nih mau tandur?” tanya Mbak vera setengah tak percaya.

Saya hanya mengangguk sambil terkikik geli. Rasanya campur-campur. Antara penasaran, norak, senang, sama kasihan dengan diri sendiri. Bocah ndeso dan makannya beras, tapi kok sama sekali belum pernah bersentuhan langsung dengan proses penanaman padi.

Setelah minta ijin pada ibu-ibu yang sedang tandur untuk ngrusuhi, saya pun masuk ke dalam lumpur sawah. Saya ambil setangkup padi muda, lalu mencoba menanamnya ke dalam lumpur. Sepintas terlihat mudah, nyatanya tidak segampang itu.

IMG-20180916-WA0019

Saya tidak bisa membuat garis yang rapi seperti ibu-ibu yang lain, batang padi saya juga banyak yang tidak berdiri tegak melainkan rebah dan terendam air. Duh! Belum lagi punggung yang pegal karena harus menunduk terus dan berjalan mundur. Iya, kalau kalian belum tahu, tandur itu bahasa Jawa untuk menanam padi, berasal dari singkatan ditata karo mundur.

Tandur bukanlah pekerjaan yang mudah. Pantas saja sekarang makin sedikit orang yang mau tandur. Saya pernah nguping pembicaraan ibu-ibu di warung, mencari tenaga yang mau menanam padi di masa sekarang itu sulitnya setengah mati. Jika ada pun bagi ukuran petani tarifnya lumayan tinggi. Hal ini diamini Pak Budi. Beliau bercerita bahwa di desanya, orang-orang yang mau tandur bisa dihitung dengan jari.

Berhubung saya niatnya hanya coba-coba, saya hanya menanam beberapa lajur saja. Capek boiii. Yang penting rasa penasaran terobati. Sambil malu-malu saya pun pamit dan minta maaf kepada ibu-ibu karena sudah ngrusui.

“Ndak apa-apa mbak, nanti saya tanam ulang lagi”, katanya sambil tersenyum. Wadidaaaw, maafkan saya ibuuuu.

Disawa Pawon, Alternatif Tempat Makan Ala Ndeso di Jogja Utara

Seusai menanam padi, saya pun membasuh diri dan bergabung dengan beberapa kawan yang sudah duduk manis di salah satu sudut Disawa Pawon. Kami memilih meja kayu yang menghadap langsung ke Merapi. Sayangnya cuaca mendung, Merapi terhalang awan, hanya kelabu yang kami dapatkan.

Disawa Pawon sendiri merupakan tempat makan baru di Jogja, Sleman lebih tepatnya, yang mengusung konsep tradisional. Di tengah menjamurnya rumah makan dengan konsep serupa, Disawa Pawon mencoba menghadirkan suasana yang berbeda.

Sesuai dengan namanya, Disawa Pawon, tempat makan ini terletak di areal persawahan. Untuk mencapai bangunan utama, pengunjung harus berjalan kaki meniti pematang sawah. Tentu saja pematangnya sudah dilebarkan dan dihiasi umbul-umbul serta aneka tanaman, jadi nggak usah takut tergelincir, ya!

Saat saya bertanya kepada Pak Budi apakah sawah tersebut hanya sebagai “gimmick” beliau menjelaskan bahwa sawah itu adalah “sawah beneran”. Berhubung saya datang tepat di musim tanam, saya bisa ikut aktivitas tanam padi. Jika kelak saya datang di musim panen, mungkin saya juga diijinkan untuk memanen menggunakan ani-ani. Aaaaaak, serrruuu.

Berbeda dengan tempat makan ala ndeso lainnya yang semua makanan sudah tersaji dan pengunjung tinggal ambil, makanan yang dihidangkan di tempat ini akan dimasak saat itu juga. Berhubung dapurnya terbuka, pengunjung bisa melihat proses memasak makanan di atas tungku tradisional. Jadi makanan pesanan kita benar-benar fresh from tungku. Karena itu bagi Anda yang terburu-buru, tempat ini tidak  disarankan.

Pak Budi sendiri bilang bahwa konsep yang ditawarkan dari tempat ini adalah pengunjung bisa menikmati suasana dan makanan. Wisatawan yang berkunjung ke tempat makan ini setidaknya juga bisa belajar sesuatu. Contoh sederhananya ya seperti saya yang belajar tandur.

Hal menarik lainnya adalah, di tempat ini pengunjung bisa melihat display aneka bumbu dan rempah yang biasa digunakan memasak. Bagi kalian yang selama ini hanya dengar namanya dan tidak tahu barangnya seperti apa, bisa banget tuh lihat-lihat sambil menunggu makanan matang.

Selain itu, kalian juga bisa foto-foto di sekitaran resto. Pengelola menyediakan spot-spot foto yang menarik serta kostum pendukung seperti kebaya, jarik, lurik, blangkon, caping, sepeda ontel, dll. Dan semuanya itu gratis dooooong! Pengunjung tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk foto-foto kece menggunakan properti yang ada di sini.

Soal menu makanan, meski konsepnya ndeso, tampilan makanannya sama sekali jauh dari kesan ndeso. Semua menu makanan memiliki tampilan yang cantik. Jus buah warna-warni, sate lilit dengan sambal matah yang endeuus, ikan bakar, ayam goreng, nila bumbu rujak, sayur asem, dan masih banyak lagi. Menariknya, makanan tersebut disajikan dengan tumpeng mini yang terbuat dari beras merah putih. Cantik, dan tentu saja enak.

Oya, bagi penggemar kopi, Disawa Pawon juga menyediakan kopi lho. Bahkan mereka juga menyediakan kopi luwak dalam kemasan yang bisa dibeli dan dibawa pulang sebagai buah tangan.

Jika teman-teman berencana makan ditempat ini bersama rombongan, saya sarankan untuk melakukan pemesanan lebih dulu supaya tidak menunggu terlalu lama serta memilih tempat duduk yang paling strategis. Untuk yang penasaran dengan resto Disawa Pawon, sila berkunjung ke alamat ini:

Alamat dan Jam Buka Disawa Pawon

Jl. Sawahan Lor, Demangan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY
(sudah terdata di google map, cari aja Disawa Pawon)

Jam Buka: 11.00 – 19.00 WIB

Telepon: 081229734522

Instagram: @disawa_pawon

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 247

8 Comments

  1. Wah nyesek banget pas dibilang “ya nanti saya tanam lagi.” :))
    itu berarti hasil tandurnya jelek pol :p
    tapi gak apa-apa yang penting udah nyoba, daripada aku yang belum pernah.
    habis capek capek tandur, njuk makan ki duh mantap tenan. jadi makin berselera ya Mbak haha

  2. Aku pernah nyobain tandur kacang mbak, ahaha bantuin bapak di sawah. Ya nggak pakai becek-becek di lumpur tapii sama-sama pegel mbungkuknya itu, apalagi kalau sudah puanas kerontang.
    Di tempatku sana juga semakin susah kok nyari jasa Ibu tandur. Ya gimana, mungkin peminatnya juga penerusnya sudah semakin dikit mbak.. hiks

    Aku zoom menunya, pingin sate lilit sama sayur asem *eh…

    • Tandur kacang kayaknya lebih susah lagi ya, harus menggali lubang dulu. kalau padi kan tinggal diceblokke. Iya, membungkuk dan panas-panasan bukanlah kombinasi yang menyenangkan, rekoso luuur hehehe.

      Ayuk lah main ke tempat ini, nggak jauh dari rumah. Sekalian ambil kaktus 😉

  3. Baca ini aku jadi kangen kampung halaman nih mba.
    Mainanku waktu kecil nih mba, dari masa tanam (tandur) hingga masa panen.
    Semoga mudik tahun depan bisa melakukan ini. 😀

  4. duluuu banget, aku sempet loh mba pgn tau rasanya masuk sawah.. nenekku dari pihak papa juga petani.. sawahnya lumayan luas.. Tapiiiii pas tau di sawah ada aja binatang ynag suka ga disangka2 muncul, cthnya ular, akupun lgs mundur teratur hahahahaha.. aplagi pas liat sendiri ularnya gede di sawah nenek. Ok, turun ke sawah ga prnh lagi kepikiran hahahaha… kecuali kalo kayak di restoran ini, kemungkinan lbh aman kali yaaa 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *