Bersama Prudential Membangun Asa di Ujung Selatan Jogja

Langit Selopamioro masih tetap sama. Biru cerah dengan sedikit awan putih di beberapa titik. Awan yang ringan dan tak membawa butiran hujan. Dia justru serupa permen kapas yang terasa manis saat meleleh di mulut.

Pagi itu semesta kecil Selopamioro sepertinya memang sedang bersolek. Gugusan perbukitan terlihat hijau segar, petak-petak sawah dan ladang terlihat sangat subur, aura perdesaan menguar dengan kuat. Tenang dan damai. Hingga tak bosan-bosannya saya mendendangkan lagu Lobow “Kau cantik hari ini, dan aku suka…”

Sedari dulu saya selalu suka dengan Selopamioro. Kawasan yang dialiri oleh Sungai Oyo dan dikepung perbukitan ini memiliki lansekap yang menawan dan memanjakan mata. Hijaunya sawah dan perbukitan menyatu dengan birunya langit, serupa tampilan screensaver windows.

Dulu, di lembah Sungai Oyo terdapat jembatan gantung ikonik berwarna kuning. Jembatan itu sempat menjadi lokasi syuting FTV, iklan, hingga film layar lebar. Tak heran jika akhirnya jembatan yang sejatinya bukan destinasi wisata itu cukup populer di kalangan pegiat fotografi.

“Biasanya dibalik tempat-tempat cantik terselip bahaya yang mengancam” kata teman saya bertahun-tahun lalu. Dan ternyata ucapan tersebut terbukti juga di Selopamioro. Di balik bentang alamnya yang istimewa, kawasan ini termasuk rawan bencana karena berada di jalur patahan gempa. Tak hanya itu, kawasan ini juga rawan longsor dan banjir.

Pada gempa besar yang terjadi di 2006, daerah ini termasuk wilayah yang hancur. Kemudian kala terjadi Siklon Cempaka di November 2017, banjir besar menghampiri kawasan ini dan menghanyutkan banyak jembatan termasuk jembatan kuning yang legendaris.  Banjir dan longsor juga kembali terulang pada Maret 2019 dan sempat menghancurkan beberapa rumah warga.

Walau memiliki bentang alam yang indah dan subur, sayangnya kondisi perekonomian warga Desa Selopamioro tidak seindah lansekapnya. Menurut Kepala Desa Selopamioro, Bapak Himawan Sadjati, jumlah KK miskin di desa ini terbilang banyak. Dari data yang saya dapatkan di situs pemerintahan, jumlah penduduk miskin di Selopamioro menurut standar BPS ada 6000 jiwa yang terbagi dalam 199 KK.

Berkaca dari data-data tersebut, akhirnya ada beberapa lembaga maupun perusahaan yang menjadikan Desa Selopamioro sebagai salah satu lokasi penyaluran dana CSR-nya. Dan salah satu perusahaan yang turut berperan serta dalam pembangunan rumah warga kurang mampu di Selopamioro adalah PT Prudential Life Assurance.

Prudential Build Jogja, Membangun Rumah Membangun Harapan

Pagi itu (Jumat 26 April 2019), saya bersama rombongan blogger dan karyawan Prudential bergerak bersama menuju Desa Selopamioro. Tujuan kami saat itu adalah menjadi PRUVolunteers, alias relawan sehari. Dengan mengajak karyawan untuk terlibat kegiatan langsung di tingkat paling mendasar (menjadi volunteers), hal ini diharapkan bisa menjadi Community Investment yang akan memberikan pengalaman baru bagi karyawan sehingga mereka makin solid.

Selain merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan, kegiatan ini juga merupakan implementasi Leadership Immersion Programme dari PRUuniversity sebagai upaya Prudential Indonesia membantu karyawan menjadi profesional, salah satunya dengan memperkokoh sifat-sifat kepemimpinan yang berlaku di seluruh bisnis Prudential.

Welcome volunteer!
Welcome volunteer!
Every hand makes difference!
Every hand makes a difference!

Seperti yang sudah saya singgung di awal bahwa Prudential bekerjasama dengan Habitat for Humanity melakukan pembangunan rumah layak huni bagi warga kurang mampu. Dukungan Prudence Fondation terhadap warga Selopamioro telah dimulai tahun lalu.

Awalnya mereka mendirikan 1 gedung PAUD dan 5 rumah. Kemudian dilanjutkan dengan membangun 30 hunian. Dari 30 rumah tersebut, 23 sudah jadi dan mulai ditinggali. Sedangkan 7 lainnya masih proses pembangunan. Hari itu, kami bersama-sama membantu pembangunan 7 rumah tersebut.

Sebelum beranjak menuju lokasi pembangunan rumah, PRUVolunteers dibagi menjadi 7 kelompak. Kelompok 1-3 akan membantu walling alias membangun tembok rumah, sedangkan kelompok 4-7 akan membantu mengecat rumah yang sudah jadi. Dan saat itu saya tergabung dalam kelompok 5 yang bertugas mengecat.

Dipandu oleh teman-teman dari Habitat, kami pun berjalan kaki menuju lokasi pembangunan. Jalan yang kami lalui adalah melewati tepian sungai yang debitnya teramat kecil. Akar pohon dan bebatuan nampak mencuat dari gigir sungai tersebut, sepertinya mereka baru saja terkikis banjir. Jembatan yang seharusnya kami lalui juga tinggal bekasnya saja. Kami terpaksa berjalan di atas jembatan bambu.

Jalan menuju lokasi
Jalan menuju lokasi

Dari situ kami masih harus berjalan kaki menyusuri setapak perbukitan. Jalan yang sempit dan lembab. Saya sendiri tidak membayangkan jika kondisi malam dan hujan, jalanan akan selicin dan sengeri apa. Bahkan saya juga tidak membayangkan seberat apa perjalanan yang ditempuh saat membawa naik material bagunan.

Bagitu tiba di depan rumah yang dibangun, kami pun mengambil gambar sejenak dan mulai bersiap-siap bekerja. Berbeda dengan tim walling yang jumlahnya banyak, untuk tim mengecat jumlahnya hanya sekitar 5 orang dalam 1 kelompok. Oleh karena itu kami benar-benar bekerja dan tidak bermain-main. Masing-masing kami memegang kuas dan roll, kemudian memilih dinding sebelah mana yang hendak dicat.

Meski sudah berkali-kali tergabung dalam tim relawan pembangunan rumah, ini adalah kali pertama saya ikut dalam kerja fisiknya. Dulu saya lebih banyak ke bagian administrasi maupun publikasi. Memegang roll untuk kedua kalinya (yang pertama dulu ngecat kamar kos) cukup kagok juga.

Menunggu cat selesai dicampur
Menunggu cat selesai dicampur
Tim walling
Tim walling

Kok roll-nya terasa berat banget sih? Kok catnya blonteng-blonteng nggak rata sih? Aduh kok tinggi banget sih? Harus banget jinjit-jinjit nih biar sampai atas?

Untungnya saat saya merasa bingung dan kepayahan ada teman-teman dari Habitat yang dengan sedang hati membantu dan memberi arahan bagaimana cara mengecat yang baik. “Pegang rollnya santai aja mbak, nggak usah terlalu ngotot. Pelan-pelan aja”, kata Mas Sofyan. Dan setelah saya praktekkan ternyata benar juga nasihatnya.

Dalam waktu 2 jam lebih, kami berlima selesai mengecat satu rumah. Saat melihat hasil cat di dinding, saya cuma nyegir “duh kok blonteng-blonteng ya?”, tapi kata Mas Sofyan tidak apa-apa. Setelah cat kering nanti akan ada pengecatan ulang hingga hasil benar-benar sempurna. Berhubung sudah tiba waktu istirahat, kami pun kembali lagi ke basecamp untuk makan siang lebih dulu. Sedangkan para pria bersiap untuk jumatan.

Penyerahan Kunci Rumah Secara Simbolis dari Prudential

Sore harinya, acara ditutup dengan penyerahan 30 kunci rumah secara simbolis kepada Bupati Bantul Drs. H. Suharsono. Penyerahan ini dilakukan oleh President Director Prudential Indonesia Jens Reisch. Dalam kesempatan itu Jens juga menyampaikan sambutannya.

Serah terima kunci secara simbolis

“Kami ingin terus berjalan beriringan dengan seluruh pemangku kepentingan dalam bertumbuh menjadi yang terbaik. Merupakan tanggung jawab kami untuk memberi kembali kepada masyarakat dan merupakan kewajiban kami pula untuk menanamkan nilai-nilai positif sekaligus menguatkan kemampuan kepemimpinan para karyawan dengan kepedulian sosial yang tinggi,”

Semoga apa yang telah dilakukan oleh Prudential Indonesia ini juga bisa menginspirasi perusahaan-perusahaan lain untuk melakukan hal serupa. Bahwa sudah selayaknya perusahaan mendorong masyarakat untuk terus bertumbuh dan menyalakan harapan dengan berbagai cara. Tidak hanya bergotong royong mendirikan rumah, tapi juga memenuhi harapan keluarga-keluarga yang ingin tinggal di rumah yang layak agar semakin optimis dalam menjalani kehidupan ke depannya.

Jogja, 29 Maret 2019
 Foto koleksi ArdianKusuma.com, DuckofYork.com & saya

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 247

19 Comments

    • Tapi jalannya lumayan juga, naik-naik ke atas bukit hehe. Beberapa orang Prudential udah ngeluh duluan “belum kerja udah capek” ahahaha. Enaknya lagi kami kan kerjanya di dalam rumah, mbak. jadinya adem. Iya, kemarin pengalaman yang seru.

  1. Di samping aliran sungai oya, aku suka sawah2 yang bergaya terasering. Cakep banget klo diliat ya Sha..

    Btw, medan mu ke TKP mayan mayan berat juga yaa…pake acara jalan jauh. Tempatku begitu turun dr parkiran, jalannya cuma sebentar

  2. Bagus bgt ya kegiatannya bisa mengenal alam sekitar sambil semacam baksos gitu. Semoga kegiatan kek gini bisa diterapkan di desa-desa dan tempat lainnya di seluruh Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *