Kebun Raya Bogor, Serunya Guling-Guling di Rerumputan

Mungkin saya memang orang yang mudah jatuh cinta. Bahkan terhadap hal-hal yang belum pernah saya jumpai sebelumnya. Seperti perasaan saya pada Kebun Raya Bogor. Meski belum pernah mengunjunginya, saya jatuh cinta pada tempat itu semenjak membaca artikelnya di Harian Kompas. Kala itu Kompas sedang menulis edisi kebun raya di Indonesia dan Kebun Raya Bogor termasuk di dalamnya.

Saat itu saya mengucapkan ikrar bahwa saya akan mengunjungi satu demi satu ke kebun raya yang ada di Indonesia. Pertama yang saya kunjungi adalah Kebun Raya Bangka, setelah itu ikrar terlupa. Beberapa tahun kemudian, saat mendapat undangan pernikahan kawan di Bekasi, saya pun mengingat Kebun Raya Bogor. Rencana pun dimatangkan. Selain ke Bekasi, saya akan singgah ke Batavia dan Bogor. Ini pasti akan menjadi misi #BTrip yang menyenangkan.

Begitu ijin dari Pak Chandra turun, hal pertama yang saya lakukan adalah cek tiket kereta. Dengan mudah saya mendapat dua tiket PP yang diinginkan. Berhubung Renjana sudah 3 tahun (lewat 2 minggu), dia tetap harus membayar full. Huhuhuhu, padahal kalau dia masih free kan uangnya bisa buat jajan, tapi ya sudah ndak apa-apa.

Jujur saya super excited sekaligus deg-degan dengan perjalanan kali ini. Maklum, ini adalah perjalanan terjauh saya berdua dengan Renjana, naik kendaraan umum pula. Sejak jauh-jauh hari saya sudah sounding ke si bocah bahwa kita akan pergi jauh naik kereta, berdua saja tanpa ayah. Jadi Renjana nggak boleh rewel dan harus kooperatif sama ibu. Puji Tuhan cara ini ampuh. Sepanjang perjalanan bocahnya anteng bahkan tertidur pulas.

Kami tiba di Stasiun Bekasi dini hari, lantas dijemput Desy, kawan lama yang akan menampung kami 2 hari. Tak hanya itu, dia juga yang akan saya culik untuk menjadi teman seperjalanan menuju Kebun Raya Bogor. Maklum, saya benar-benar buta kawasan barat. Males nyasar kalau harus jalan sendiri.

Setelah merasa cukup beristirahat, di Jumat siang yang mendung kami bertiga bergerak meninggalkan rumah menuju stasiun. Jadi rencanya kami akan naik KRL dari Bekasi sampai Bogor. Awalnya saya kira perjalanan ini akan berlangsung singkat. Tapi dugaan saya salah. Kami memerlukan waktu 3 jam hingga tiba di Bogor. Hadeeeeh, ini mah secara durasi lebih lama dibanding motoran Jogja Wonosobo.

Sejak masuk gerbang Kebun Raya Bogor Renjana sudah berteriak girang. Bahkan dia langsung melepas sandalnya dan lari sana-sini telanjang kaki. Maklum, anak udik. Dia serupa rusa kecil yang selama ini dikerangkeng lantas dilepas ke alam liar. Lepas, liar, tak terkendali. Bahkan saat saya panggil-panggil namanya pun dia tak peduli.

Tapi memang sih, saya juga merasakan hal yang sama. Di tengah macetnya kota dan pengapnya suasana, bisa menemukan hutan kota yang luas dan dipenuhi pohon-pohon rindang menjadi satu kebahagiaan tersendiri. Sore itu cuaca terasa sangat sejuk, tenang, dan menenteramkan. Cericit burung dan derik serangga menjadi melodi yang indah.

Saya pikir beruntung sekali warga Bogor ini, mereka memilih kebun raya yang bisa dikunjungi setiap saat. Meski harus memakai tiket, itu tak masalah sebab harganya juga tidak terlalu mahal. Andai di Jogja ada kabun seperti ini, bisa jadi saya akan menjadi pengunjung setia. Entah untuk momong bocah, piknik, mencari inspirasi, atau bahkan sekadar gegoleran saat udara terasa panas.

Sebenarnya, sebelum berkunjung ke Kebun Raya Bogor saya sudah googling banyak hal. Termasuk tentang spot-spot mana saja yang sebaiknya didatangi dan asyik untuk berfoto. Tapi rencana tinggal rencana, semua gagal total. Gara-gara perjalanan yang panjang, kami tiba saat hari mulai sore. Keinginan untuk mengunjungi Museum Zoologi pupus sudah.

Seandainya saya datang sendirian tanpa membawa bocah saya bisa memaksimalkan waktu. Tapi berhubung bersama Renjana maka saya harus mengikuti langkah kakinya lebih dulu. Dan rupanya dia senang berlarian di sekitar kolam dan berguling-guling di rumputnya yang hijau. Memang inilah resiko bepergian bersama bocah, orangtua yang harus menyesuaikan suasana hati.

Pada akhirnya kami bertiga memilih bercengkerama di bawah pohon menikmati semilir angin sore yang segar. Bahkan saya pun rasanya malas untuk memencet shutter kamera. Untung ada Desy yang justru semangat mengabadikan tiap momen yang ada.

Sekitar pukul setengah lima, kami pun mulai beranjak. Dari Danau Srigunting kami berjalan menuju Kompleks Pemakaman Belanda Kuno. Sesudahnya kami kembali ke danau lagi, menyeberang jembatan, dan tiba di Taman Astrid. Di Taman ini terdapat kolam luas dengan bunga teratai indah serta air mancur.

Hamparan rumput hijau yang menguarkan bau segar karena selesai dipotong membuat saya ingin berlama-lama di tempat ini. Namun perut yang kelaparan memaksa kami segera beranjak menuju Café Dedaunan.

Dari infromasi hasil googling, banyak yang bilang menu makanan di café ini standar dan harganya lumayan mahal. Sempat jiper juga sih. Mamak kan budget traveler, piknik dengan modal duit pas-pasan. Tapi berhubung bocah sudah ribut minta makan dan bekal snack juga sudah habis, mau tidak mau tetap mampir ke tempat ini.

Dan saya nggak menyesal dong mampir ke Café Dedaunan. Iya sih, harganya sedikit pricey buat kantong saya. Tapi untuk sesekali boleh lah. Kapan lagi kan ya, makan dengan pemandangan kebun raya yang menghijau, serta mentari tenggelam di balik gunung sana. Ambiance-nya asyik banget.

Saat langit sudah benar-benar gelap dan makanan tandas, kami pun memutuskan untuk beranjak. Dan sedikit bingung, harus keluar dari pintu mana? Sebab kalau kembali ke gerbang pertama jauh serta harus melewati rimbunnya pepohonan di malam hari kok rasanya ngeri ya? Dengan modal intuisi kami pun mencari jalan lain lewat bagian belakang café.

Ternyata ada jalan keluar dan tidak terlalu jauh sampai ke jalan raya. Sekitar pukul 18.30 WIB kami sudah tiba di pinggir jalan raya dan menyaksikan macetnya Bogor di malam hari. Setelah memesan Gojek kami pun kembali ke stasiun guna melanjutkan perjalanan panjang kembali ke planet Bekasi. Dan tentu saja sejak di atas motor Renjana sudah tertidur lelap akibat kelelahan. Saya pun terpaksa harus menggendongnya sambil naik turun jembatan penyeberangan di depan stasiun yang sungguh bikin pegal.

Akhirnya setelah terpendam beberapa tahun, keinginan untuk berkunjung ke Kebun Raya Bogor tuntas sudah. Tapi saya belum puas sih. Masih ingin berkunjung ke tempat ini lagi. Dan lain kali harus berangkat pagi biar bisa puas muter-muternya. Terima kasih KRB untuk sorenya yang menyenangkan. Sampai jumpa lain waktu ya!

Btw, kawan-kawan pernah berkunjung ke Kebun Raya Bogor kah? Atau pernah berkunjung ke Kebun Raya di kota lain? Bagi cerita di kolom komentar dong. Siapa tahu bisa jadi inspirasi saya untuk mengunjunginya juga.

Jogja, 12 September 2019
Perjalanan sudah 1,5 tahun lalu tapi baru ditulis sekarang. Tak apa-apa dibanding tidak sama sekali hehe.

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 247

10 Comments

  1. Kebun raya bogor emang asyik buat guling-guling dan gak cukup satu hari untuk keliling menikmatinya. Ah, jadi kangen aku pengin ke sana lagi.
    Btw, aku juga punya mimpi keliling kebun raya di Indonesia. Semoga tercapai ya, Mba. Amin.

  2. dulu saat kecil saya pernah kesini, tapi sayang cuma digerbangnya saja. waktu masih ada paman di sekitar tempat itu. saya juga pasti akan lepas sendal berlari-lari merasakan batu dan rumput disana pasti asyik mbak

  3. Nyahahaha aku pun pernah salah prediksi saat mau ke Museum Istana Bogor beberapa tahun lalu. Seingatku Jakarta-Bogor itu 1 jam, TERNYATA 2 JAM.
    Renjana memang nampak bahagia banget, mbak. Keren ih, 3 tahun udah jadi petualang cilik, udah merasakan panjangnya jalur kereta api Yogyakarta-Bekasi.

    Aku pun kalau lagi terpepet situasi dan memang butuh, harga nggak akan kompromi daripada menyiksa diri. Itulah gunanya sedia budget ekstra saat traveling 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *