Letter from Alpen

Halo sobat drakorku bloggerku! Apa kabar? Semoga ada yang kangen dengan blog ini yak. Mulai pertengahan tahun ini RanselHitam bikin rubrik baru. Setelah sebelumnya ada #MingguMelamun (yang hanya bertahan beberapa edisi ahahaha) kini ada #KisahDariJauh.

Jadi rubrik ini nantinya akan diisi tulisan kawan-kawan saya yang berdad di tempat-tempat jauh. Banyak dari mereka yang suka jalan-jalan tapi enggak punya blog. Makanya saya tantang mereka buat nulis di blog ini. Betewe kalau ada kawan yang tertarik ikutan bisa kontak saya lho!

Untuk edisi perdana #SuratDariJauh adalah cerita perjalanan adik saya saat liburan ke Eropa akhir tahun kemarin. Selamat membaca.

—-

Letter from Alpen

Hai mbak Sash, sudahkah kau terima kartu pos dariku? Maaf aku baru bisa mengirimkannya beberapa hari sesudah kembali ke Jepang. Meski cap posnya Tokyo, yang penting kan kartuposnya asli beli di Italy, hehe.

Perjalananku akhir tahun lalu memang judulnya “Titis goes to Italy”, tapi rupanya bagian terbaik yang aku dapati dari seluruh perjalanan ini justru di Switzerland.

Kisah tentang keindahan pegunungan Alpen yang selama ini hanya pernah aku baca lewat buku pelajaran geografi serta foto-foto indahnya yang hanya kulihat di kalender dan google image, kini menjelma nyata di depan mataku. It was the most amazing view I‘ve ever seen in my life! Dan perasaan kagum itu masih terus terbawa hingga sekarang, bahkan saat aku menuliskan cerita ini untukmu.

Tepat sehari sesudah Natal, pagi-pagi sekali aku pergi meninggalkan Milan menuju Tirano, karena dari titik inilah perjalanan menyusuri salah satu spot terbaik di Eropa, Pegunungan Alpen, bermula. Aku berencana melompat ke Swiss memakai kereta Bernina Express atau yang biasa disebut dengan RhB.

Saat masih di Tokyo, aku sudah browsing mengenai Bernina Express. Kala itu pikiranku langsung melayang ke Hogwarts Express. Kau tahu kan betapa aku ngefans dengan serial Harry Potter itu? Makanya saat melihat jalur dan pemandangan yang akan kulewati membuatku terkenang pada perjalanan Harry Potter dan kawan-kawannya menuju sekolah sihir Hogwarts. Membayangkan hal tersebut sudah membuatku deg-deg ser, serasa ada ratusan kupu-kupu yang terbang di perut.

Meskipun aku pergi saat puncak winter, namun aku tahu Alpen memiliki pesona yang berbeda di setiap musimnya. I can’t wait to see it. Setelah merasa sedikit “salah waktu” akibat datang ke Eropa pada saat libur natal seperti ini, di mana hampir semua museum yang ingin aku datangi tutup, semoga perjalanan ke Swiss ini bisa menjadi gantinya. Dan ternyata benar, pilihanku melipir ke Swiss tidaklah salah.

Tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya, ternyata Tirano hanyalah sebuah stasiun kecil dengan fasilitas yang sedikit. Tidak ada hiruk-pikuk orang, kafe-kafe juga terlihat masih tutup. Yah, bagaimana tidak? Ini baru tanggal 26 Desember dan semua orang masih menikmati libur natal. Di dalam kantor bagian pemesanan tiket, terlihat dua orang petugas sedang bekerja di depan komputernya. Dari dalam ruang tunggu, aku duduk sambil melihat-lihat sekeliling. Tiba-tiba mataku langsung tertuju pada sebuah poster dalam pigura yang ditulis dalam bahasa Jepang. Hah? Kenapa tiba-tiba ada bahasa Jepang di stasiun ini?

Hakone. Begitulah bunyi tulisan tersebut. Penasaran, aku pun mendekat dan kubaca keterangan di bawahnya. Akhirnya aku mendapat jawaban mengapa ada tulisan Jepang disini. Rupanya Tirano merupakan sister rail station Hakone di Jepang. Oleh karena itu semua keterangan ditulis dalam dua bahasa, Inggris dan Jepang.

Belum lama ini aku juga mengunjungi Hakone dan akhirnya aku tahu mengapa dua tempat ini menjadi sister rail station. Ternyata keduanya memiliki scenic train, yaitu jalur kereta api dengan pemandangan yang menawan. Yang satu menawarkan pesona keindahan Alpen, yang satunya menyajikan panorama Gunung Fuji. Sungguh aku merasa beruntung bisa mengunjungi dua tempat tersebut.

Akhirnya setelah menunggu beberapa saat, kereta Bernina Express datang juga. Aku pun bergegas masuk ke dalam gerbong guna memulai petualangan baru hari ini. Kereta berjalan dengan kecepatan sedang, seolah tahu bahwa setiap dari kami pasti ingin berlama-lama menikmati pemandangan yang begitu menakjubkan.

Baru beberapa menit melaju, aku sudah dibuat kagum dengan keindahan padang hijau yang terhampar di sepanjang desa. Belum lagi pemandangan Danau Poschiavo yang begitu indah, persis seperti di kalender yang dulu kumiliki. Kereta terus meliuk dengan anggunnya ke atas bukit, memasuki lorong, lalu muncul di tengah hutan pinus, lalu terowongan lagi, hutan pinus lagi, dan begitu seterusnya.

Hingga pada suatu titik pemandangan mulai berubah. Aku tak lagi disambut padang rumput melainkan gunung salju yang begitu megah. Narnia! Begitu pikirku saat itu. Aku sungguh-sungguh merasa seperti di negeri dongeng. Bocah kampung yang biasanya hanya melihat sawah dan sungai yang berkilauan tertimpa terik mentari kini bisa menatap gugusan pegunungan yang diselimuti salju. Kabut putih pun melayang tipis di atas rumah-rumah hingga jauh ke lembah.

Akhirnya aku bisa berada disini. Meski hanya dari balik jendela kereta tapi aku sudah berjumpa dengan Alpen. Saat itu aku haya bisa berdecak kagum. Segala rasa berkecamuk di dada. Senang, takjub, hingga haru. Maturnuwun Gusti untuk kesempatan yang sudah Kau beri. Melihat karya tangan Tuhan yang begitu luar biasa seperti ini hanya membuatku tertunduk syukur dan semakin mengagumi kebesaranNya. How great is our God.

Lantas ku keluarkan kamera, ku jepret sana sini. Aku tak ingin kehilangan tiap sudut terbaik yang bisa ku ambil. Dan kau tahu mbak, sejak detik itu aku tak pernah berhenti memotret hingga pemberhentian terakhir. That was too amazing! Ditambah lagi, tak ada siapapun di gerbong ini, hanya ada aku dan seorang kawan. How lucky we are! Aku dan kawanku sampai bolak-balik pindah tempat duduk, karena mau dari kiri, kanan, belakang, depan, semuanya keren!

Ospizio Bernina, sebuah stasiun kecil yang berada di ketinggian 2253 mdpl merupakan titik tertinggi dalam jalur Bernina Railway, bahkan termasuk jalur kereta tertinggi di Eropa. Di tempat inilah kami memutuskan berhenti untuk bersantap siang, lalu mengambil jadwal kereta selanjutnya untuk melanjutkan perjalanan ke Swiss.

Tepat berada di depan Lago Bianco (White Lake), ini menjadi tempat terbaik makan siang sepanjang hidupku. Gunung es, danau es, kereta klasik, kedai mungil, semuanya terasa begitu sempurna. Ya meski akan terasa lebih sempurna lagi kalau sudah ada pasangan ahahaha. Ku lihat beberapa orang sedang bermain ski di atas danau yang membeku. Jika bukan karena keterbatasan kostum, mungkin aku sudah turun ke bawah dan menginjakan kakiku di atas danau beku untuk pertama kalinya dalam hidupku.

Dan dari semua perjalanan ini, salah satu bagian paling menyenangkan adalah aku hanya perlu membayar 20 CHF atau sekitar dua ratus delapan puluh ribu rupiah untuk sekali perjalanan dari Tirano hingga Chur. Ini bahkan lebih murah dari tiket kereta kelas eksekutif Cilacap-Jakarta! Oh my….

Harga yang ku bayar dengan apa yang ku lihat di sepanjang jalan sungguh tak sebanding. Terlalu murah, untuk pemandangan sekeren ini. Dan ini semua berkat Eurail Pass. Aku dapat potongan harga untuk kategori Youth yaitu dari usia 12-27 tahun. Ternyata prinsip “travel when you are young, able, and free” itu benar adanya. Kurasa aku sudah melakukannya. Yah, meskipun sesudah itu aku cukup bangkrut dan harus mengikat pinggang lebih kencang saat balik Jepang, hahaha. Tapi aku tak pernah menyesal dan justru ingin mencobanya lagi suatu saat jika ada kesempatan (serta uang tentunya).

Jadi surat ini ditulis oleh Titis yang biasa saya panggil Totos. Jaman masih kuliah kami tinggal 1 rumah di BESKRE. Dia udah kaya adik kandung sendiri. Tapi berhubung saya paling cerewet dan suka marahin plus nasehatin, dia malah nganggap saya emaknya. Istilah kami sih induk semang dan anak pungut.

Selepas kuliah di UGM dia dapat beasiswa ke Jepang dan jadi anak gaul Tokyo. Sekarang kuliahnya sudah selesai tapi bocahnya masih betah disana. Mau jadi TKI katanya ahahaha. Pssst Totos ini masih single lho, kalau ada yang mau kenalan boleh lah. Silahkan mampir ke blognya di www.supersummit.wordpress.com.

Sampai jumpa di #KisahDariJauh edisi mendatang ya!

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 247

8 Comments

  1. Huaa. ceritanya, cocok jadi novel ini Mba. Serius. Bahasanya apik, dan petualangannya dapet.
    Mba Titis jurusan apa di UGM?

    Sebagai salah satu penggemar Harry Potter, aku jadi pengen ke sekolah sihir Hogwarts. Terus ngelawan voldemort di sana.

    • iya aku juga ngomporin dia buat nulis. apalagi ada drama ketinggalan kereta, ketinggalan pesawat,sampai visa abis masa berlakunya dan dia tlp aku nyaris nangis. mesti makin seru.

      dulu d3 jepang. terus di jepang ambil cooking.

  2. Para penulis novel terkemuka dunia memang cukup dengan jalan-jalan di sekitar negaranya untuk dapat inspirasi. Kalau di Indonesia? Ah entahlah. Kebanyakan butuh patah hati dan baper lebih banyak untuk dapat memunculkan novel yang ciamik. Saya juga punya temen tinggal di Jogja namanya Rahmi Wuriarti, tahun lalu saat bulan Ramadhan dia keliling Eropa menggunakan kereta. Ah, sayangnya dia bukan bloger.

    • Kamu bisa nggak mas muter-muter mBantul terus bikin novel yang ciamik? hihihihi
      Karena patah hati dan baper itu energi. Andai bisa dikonversi jadi listrik terang deh seluruh Indonesia :p

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *