Nglambor, Pantai dengan Dua Kura-Kura Penjaga

Dua bukit karang yang menyerupai kura-kura raksasa terlihat saling berkejaran. Posisinya yang terletak tepat di depan teluk yang sunyi menjadikan bukit karang tersebut laksana kura-kura penjaga pesisir selatan dari ganasnya terjangan ombak.

pantai-nglambor-ransel-hitam-2
Karang berbentuk kura-kura di Pantai Nglambor

Pagi itu langit cerah setelah berhari-hari mendung mengirim hujan. Bergegas, saya dan seorang kawan mengendarai sepeda motor melaju ke arah Gunungkidul. Tidak seperti biasanya, kali ini semangat, energi, dan mood saya benar-benar di level maksimal. Beberapa waktu lalu seorang kawan bercerita bahwa di deretan pantai-pantai Gunungkidul terdapat sebuah pantai yang cukup tenang sehingga bisa digunakan untuk snorkeling dan berenang.

Setahu saya, pantai-pantai di Pesisir Selatan Jogja merupakan pantai berombak besar karena berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Oleh karena itu saat mendengar informasi ini kami berdua pun penasaran dan ingin jalan-jalan mencari pantai tersebut.

Berbekal informasi yang sangat minim, kami pun menyusuri jalanan yang menghubungkan Kodya Yogyakarta dan Kabupaten Gunungkidul. Prinsip kami yang penting sampai Wonosari dulu, setelah itu proses pencarian pantai bisa dilakukan sambil bertanya pada penduduk lokal.

Setelah melewati jalanan yang menanjak dan berliku sekitar 60 menit berkendara, tibalah kami di Kota Wonosari. Dari Pasar Wonosari kami berbelok ke kanan ke arah deretan Pantai Baron, Kukup, dan Krakal yang dikenal dengan singkatan BKK.

Tanah merah khas kawasan karst yang dipenuhi pohon jati, ilalang, serta tanaman palawija menjadi pemandangan yang terjadi di sisi kanan dan kiri jalan, lengkap dengan bukit-bukit gamping yang terkadang mirip bukit teletubbies. Di beberapa tempat terlihat orang menjajakan kuliner khas Gunungkidul, belalang goreng maupun belalang yang dirangkai menggunakan tali.

Kawan yang memberikan informasi tentang Pantai Nglambor ini berujar bahwa pantai tersebut terletak tak jauh dari Pantai Siung yang populer di kalangan pemanjat dan pecinta alam karena memiliki jalur panjat tebing yang menantang. Berarti pantai tersebut masuk dalam wilayah Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus yang berjarak sekitar 70 km dari Yogyakarta. Di pertigaan Lembah Karst Mulo, kami belok kiri menyusuri jalanan yang lebih sempit.

Berhubung kami benar-benar buta dengan lokasi pantai tersebut, sesampainya di pos retribusi Pantai Siung kami bertanya kepada petugas jaga. Dengan ramah pria paruh baya tersebut menjelaskan bahwa setelah melewati areal sawah tadah hujan kami harus belok kanan melewati jalan sempit yang belum diaspal. Usai membayar retribusi sebesar Rp 8.000 untuk dua orang dan satu motor kami pun melanjutkan perjalanan.

Sesuai dengan pesan penjaga retribusi, kami pun meninggalkan jalan beraspal dan berbelok ke kanan melewati jalan makadam yang tersusun dari batu gamping. Di beberapa ruas jalan terdapat lumpur yang menggenang sisa hujan semalam, jika tidak berhati-hati bisa saja kendaraan terpeleset maupun terperosok jatuh.

Tak berapa lama kami bertemu dengan serombongan anak-anak berpakaian basah yang tengah melintas di jalan. Wah, berarti pantai yang kami tuju sudah dekat. Pohon jati yang tadinya tumbuh rapat kini mulai jarang, berganti dengan langit biru membentang dan bukit-bukit kapur yang ditumbuhi ilalang.

Di kelokan terakhir mendadak terdapat turunan yang cukup curam, dari balik jalan itu terbentanglah pemandangan mahakarya Sang Pencipta yang membuat saya terbelalak. Sebuah teluk mungil yang diapit bukit karang membentang dengan anggunnya. Tak jauh di depan teluk terdapat dua karang menyerupai kura-kura raksasa yang sedang berkejaran di antara gulungan ombak perkasa. Tanpa sadar saya merentangkan dua tangan sambil mengembangkan senyum lebar.

pantai-nglambor-ransel-hitam
Bebaskan! Lepaskan!

Pantai Nglambor ini benar-benar masih alami dan bersih. Untuk mencapai bibir pantai kami harus berjalan melewati ladang kacang dan deretan pohon pandan laut. Tak berapa lama akhirnya kami menjejak di pantai yang tak begitu luas ini. Pasir putih di tempat ini tidak halus seperti pasir hitam, melainkan sedikit kasar. Hal ini dikarenakan pasir Pantai Nglambor terbentuk dari pecahan cangkang biota laut dan karang yang tergerus ombak terus-menerus.

Hari itu, hanya ada kami berdua di pantai itu. Benar-benar seperti pantai pribadi. Angin pantai yang berhembus pelan dan alunan ombak membentuk simfoni alam yang menenangkan. Suaranya yang lembut laksana irama flute membuai telinga saya.

pantai-nglambor-ransel-hitam-3
Melihat kura-kura raksasa dari atas bukit

Pantai yang sunyi dan tenang membuat saya bebas melakukan apa pun yang saya suka. Mendadak saya merasa menjadi anak kecil. Saya asyik bermain air, mencari kulit kerang dan batu halus warna-warni, hingga melompat dari satu gugusan karang ke gugusan lainnya. Ombak yang tenang dan air laut yang jernih membuat saya bisa melihat karang, rumput laut, ikan warna-warni yang berkejaran, serta aneka biota penghuni laut dari permukaan. Benar kata seorang kawan jika pantai Nglambor bisa dijadikan lokasi snorkelling.

Tak jauh dari bibir pantai terdapat sebuah gubuk mungil, kandang sapi dan kambing, serta hamparan ladang kacang dan jagung. Rupanya di pantai ini hidup sepasang suami istri yang sudah lanjut usia, Mbah Tukiyem dan Mbah Kartomo. Awalnya mereka tinggal di desa seperti warga lain. Namun, akibat banyak monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang sering keluar dari persembunyian dan memakan tanaman, akhirnya mereka pun memutuskan untuk tinggal di ladang guna menjaga tanamannya.

Monyet ekor panjang ini memang menjadi penghuni asli bukit-bukit karang di Pesisir Selatan Jogja dan kadang merusak ladang warga. “Biasane siang ngeten ketingal,” (biasanya siang seperti ini terlihat) kata Mbah Tukiyem. Tapi siang itu kami kurang beruntung sebab tidak ada satu monyet pun yang terlihat.

pantai-nglambor-ransel-hitam-4
Mendaki bukit sisi kiri

Puas bermain-main di pantai, saya pun melanjutkan eksplorasi dengan mendaki bukit di sisi barat. Dari ketinggian bukit ini, bentuk kura-kura penjaga semakin terlihat dengan jelas. Saya pun betah berlama-lama untuk mengambil gambar. Usai mengeksplorasi sisi barat, saya menyisir bukit sisi timur. Rupanya di balik bukit sisi timur ini saya bisa menyaksikan tebing-tebing tinggi Pantai Siung dan juga Pantai Wediombo yang terlihat sangat jauh.

Tanpa terasa mentari yang bersinar semakin terik membuat kami berdua kehausan. Berhubung air minum yang kami bawa telah habis, kami pun mengambil air tawar yang mengalir dari balik pasir dan bebatuan. Rasa air alami yang manis dan segar membasahi tenggorokan kami yang kering.

Setelah menghabiskan waktu sekitar 3 jam, saya dan kawan saya pun memutuskan untuk meninggalkan Pantai Nglambor dan kembali ke tempat memarkir kendaraan. Rasa puas dan kekaguman terhadap pantai cantik yang masih perawan ini tidak bisa saya sembunyikan. Berkali-kali saya berujar bahwa ini adalah pantai yang sempurna untuk mencari ketenangan batin. Suatu saat saya pasti akan kembali lagi ke pantai ini. 

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 247

4 Comments

  1. Selalu terkesima dan takjub dengan semua tulisan adek satu ini, selalu membius dan seperti mengajak menuju tempat yg diceritakan, mungkin ini koment pertamaku di blogmu yg sudah menjadi dot com hihihi…dulu senengnya jd pembaca setia tanpa ninggalin jejak neh sekarang aku tinggalin cecak eh jejak…hihihi
    Sukses buat blog kontesnya, saya suka pantai tapi saya lebih suka gunung…heheheheeh

    Salam Rimba Lestari

  2. Wah cerita yang membuat pengen dateng ke pantai nglambor tu kayanya asik dan bisa dinikmati suasana akan indahnya pantai.
    Pgen bgt bertualang sprti itu tp blm kesampean….
    Sukses ya untuk lombanya smg aku bs dpt hdiahnya hehe….
    Cemungutz….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *