Renjana, Pantai Wediombo, dan Konspirasi Semesta

Dulu saya sempat berpikir bahwa menikah dan punya anak akan membatasi laju gerak saya. Tahun pertama memiliki bayi mungkin memang iya. Namun menjejak tahun berikutnya, semua bisa berjalan seperti biasa. Bahkan kerapkali lebih dinamis serta riuh penuh warna. Impian untuk melakukan perjalanan dan camping bersama keluarga pun tak lagi mimpi melainkan benar-benar mewujud. Dan inilah kisah camping perdana Renjana di Pantai Wediombo yang penuh konspirasi semesta.

pantai-wediombo-ranselhitam-1

Traveling itu kalau terlalu banyak rencana biasanya malah hanya jadi sebatas wacana. Begitulah ungkapan yang kerap dilontarkan kawan-kawan saya. Dan itu yang terjadi pada saya serta sahabat-sahabat terbaik mantan penghuni BESKRE (baca: Ode Untuk Beskre) Sejak mendapat kabar bahwa Titis hendak datang dari Jepang pada minggu pertama Agustus, kami pun langsung merancang acara supaya bisa ngumpul bareng. Jika tahun sebelumnya acara reunion sudah dilangsungkan di rumah saya, maka tahun ini kami ingin suasana yang berbeda. Lantas dipilihlah Dieng sebagai lokasi kumpul-kumpul.

“Sekalian aja kita nonton Dieng Culture Festival. Ada pesta lampionnya juga, lho. Kayak di film Tangled itu. Siapa tahu nanti kamu ketemu jodoh disana, Tis,” usul saya pada Titis dan kawan-kawan lain di grup whatsapp BESKRE. Mereka semua pun langsung setuju. Namun jelang hari H kedatangan Titis kami menjadi ragu. Mengingat kemungkinan macet dan jumlah wisatawan di Dieng yang membludak pada saat perayaan DCF, maka kami memutuskan untuk membatalkan piknik ke Dieng (baca: Dieng Culture Festival dan Sederet Alasan Mengapa Kamu Harus Vakansi ke Tanah Para Dewa)

“Bagaimana kalau kita camping di Pantai Wediombo saja? Bikin tenda, bakar-bakaran ayam, api unggun, lihat milkyway, paginya bisa main-main di laut,” lagi-lagi saya memberikan usul. Dan mereka pun membebek “atur sajalah”. Setelah diwarnai sedikit drama nan heboh di WAG, akhirnya disepakati untuk camping di Wediombo pada tanggal 6-7 Agustus.

4 hari sebelum camping saya dan Rossy sudah ribet ngurusin segala printilan buat camping. Mulai dari bikin daftar perlengkapan dan peralatan yang harus disiapkan, sewa tenda dan teman-temannya, belanja konsumsi, ngatur transportasi untuk 17 orang, hingga masak nasi dan ungkep ayam buat dibakar di pantai. Saking ribetnya mas suami pun komen tengil “Kamu tu cuma mau camping semalam aja kok ribetnya kayak mau kemana aja,”. Saya cuma nyengir. Entahlah mungkin sudah naluri simbok-simbok ya, bawaannya pengen acara berjalan lancar jadi harus dipersiapkan sedetail mungkin supaya semuanya bisa nyaman dan bahagia.

pantai-wediombo-ranselhitam-2
pose kekinian dulu, biar ngehits

Tiba-tiba saya jadi kangen jaman belum punya anak. Dulu mah mau pergi sehari atau seminggu packingnya tetep dua atau sejam sebelum berangkat. Mau camping di pantai atau naik gunung tinggal berangkat. Nggak pernah ribet mikirin teman seperjalanan lainnya. Selama sudah bawa perlengkapan pribadi maka siap berangkat kapan pun. Ah ternyata punya anak membuat saya berubah. Mendadak saya jadi merasa sepuh dewasa #eh.

Hari yang dinanti pun akhirnya tiba. Sabtu sore menggunakan 2 mobil dan 2 motor kami meluncur ke Gunungkidul, melewati jalur tengah (Semanu), lantas tiba di Pantai Wediombo. Awalnya sempat deg-degan juga, soalnya dari Jogja sudah gerimis dan awan terlihat pekat. Untunglah hujan hanya sampai Wonosari, selepas itu meski mendung namun hujan tidak turun hingga camping berakhir. Niat awal ingin melihat senja di Wediombo (fyi, Wediombo ini pantai yang menghadap ke barat jadi senjanya juwarak!) pun batal, karen langit mendung dan kami tiba sudah jelang magrib.

Sampai di Wediombo saya sedikit kaget dengan perubahan yang terjadi. Terakhir berkunjung ke Pantai Wediombo tahun 2009 dan kondisinya masih sepi, warungnya hanya ada satu dua, eh sekarang sudah ramai. Listrik sudah ada hingga bibir pantai, toilet dan warung dimana-mana, bahkan sudah ada homestay. Terus perkiraan saya bahwa kami akan menjadi satu-satunya rombongan yang camping malam itu ternyata salah besar. Ada buaaaanyak banget rombongan yang camping di Pantai Wediombo malam itu. Untung saja garis pantainya sangat panjang sehingga masing-masing rombongan punya “kapling” sendiri-sendiri dan tidak saling mengganggu maupun terganggu.

Ah tau gini seharusnya saya nggak perlu ribet nyiapin perlengkapan dari rumah ahahaha. Tapi ada untungnya juga sih, jadi misal malam turun hujan atau anak bayi mendadak rewel bisa langsung buka kamar di homestay dan bobok pules deh :mrgreen: Untungnya malam itu semua berjalan baik-baik saja. Kami mendapatkan tempat yang sangat bagus untuk mendirikan 4 buah tenda, yakni di atas panggung semen yang aman dari terpaan gelombang pasang sekaligus dibawah pohon besar yang nyaman dijadikan tempat bernaung kala siang. Meski arang untuk barbeque party ketinggalan di rumah, kami dikasih sisa arang plus dipinjami anglo oleh pemilik warung. Keberadaan Renjana sebagai peserta terkecil (18 bulan) di dalam camping ceria kali ini pun menjadi perhatian orang-orang. Mungkin mereka mikir “itu emak bapaknya selo banget yak ngajakin bayi camping” ahahahaha.

Seperti yang saya harapkan, camping ceria akhir pekan itu berjalan lancar. Isinya cuma makan-makan, minum-minum, poto-poto, gegoleran, main air, tak lupa juga saling bully dan gosip sana-sini ahahahaha. Maklum, ketika cewek-cewek yang sudah sekian lama pisah terus akhirnya bisa ketemu lagi dalam momen yang sedemikian intim dan alam yang sedemikian syahdu, apalagi yang dilakukan kalo nggak ngerumpi.

Bagi anak saya, Renjana, perjalanan ini merupakan camping perdananya. Setelah seminggu sebelumnya dia saya ajak kenalan sama laut di Kulon Progo (baca: Salam Kenal, Laut), malam ini dia tidur di dalam tenda yang didirikan di tepi pantai. Awalnya dia sangat enjoy menikmati suasana. Ikut keriuhan simbok dan tante-tantenya menyiapkan makan malam. Namun berhubung cuaca sangat gerah, dia jadi sedikit rewel dan nggak mau lepas dari emaknya. Begitu baju saya ganti dengan kaos kutungan, baru deh dia mulai tenang. Sekitar jam 8 malam dia pun minta dikeloni emak bapaknya dan tidur pules beralaskan sleeping bag.

Jam 4.30 pagi, saat saya baru mulai tidur lelap dia udah bangun dan colek-colek wajah saya minta keluar tenda. Dengan mata yang masih berat saya dan bapaknya pun bangun lalu seduh air dan bikin teh. Subuh-subuh ngeteh bareng anak dan suami ditemani suara debur ombak itu beneran damai banget deh rasanya. Begitu hari mulai terlihat terang langsung deh bocah itu minta jalan ke pantai sama bapaknya. Mandi-mandi sampai ada insiden tenggelam jugak, hihihi. Nggak apa-apa nak, pengalaman baru buat kamu ya.

pantai wediombo ibu dan bayi

Agenda minggu pagi pun diisi dengan masak-masak, jalan-jalan, serta foto-foto. Berhubung ini judulnya camping ceria, maka acaranya ya benar-benar ceria, terserah mau ngapain sesukanya. Sebelum Dyanne dan Anggi balik ke Jogja lebih dulu karena harus mengejar penerbangan ke Jakarta, kami pun bikin foto keluarga dulu. Cheeers!! Setelah puas main di pantai, sekitar pukul 11.00 WIB kami meninggalkan Pantai Wediombo. Acara camping ceria bersama keluarga besar BESKRE kali ini benar-benar menyenangkan. Semoga tahun depan kita bisa kumpul lagi ya, kawans. Dan semoga personilnya sudah nambah #kode.

Kalau kawan-kawan pembaca RanselHitam sendiri akhir pekan kemarin acaranya ngapain? Bagi cerita dong!

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 247

16 Comments

  1. Yang saya ingat tentang Wdiombo adalah orang-orang di ujung bebatuan sembari memegang Jorang pancing. Pantai ini salah satu pantai yang sering dikunjungi para pemancing selain pantai bekah, dll.

    Saya baru ingat kalau beberapa bulan lalu ada kenalan yg bernama Benedictus Oktaviantoro menyebut blog njenengan. Saya waktu itu baca sekilas, dan merasa bangga mau mampir di blog saya. Salam

    • Kalau saya sih yang paling diingat dari wediombo adalah rumah-rumah kerang laut yang ditinggal pergi pemiliknya. Sekitar tahun 96an saat pertama kali kesana kerang-kerang berbagai bentuk dan warna itu bertebaran di sepanjang pesisir pantai yang masih lebat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *