Soto Lenthok 2 Cabang Tajem, Temuan Tak Sengaja di Pagi Hari

Saya sedang dalam perjalanan tergesa bersama Mas Chandra tatkala tanpa sengaja menemukan warung soto lenthok yang berada di daerah Manukan ini. Awalnya saya masih bimbang, akankah singgah atau terus melanjutkan perjalanan. Mengingat jam di ponsel sudah menunjukkan angka 07.40 dan Mas Chandra harus tiba di kantor sebelum pukul 08.30 WIB.

Setelah diskusi sebentar di atas motor yang melaju, kami memutuskan untuk berbalik arah dan kembali ke warung soto tersebut. Ada dua alasan yang membuat saya tertarik untuk singgah. Yang pertama, secara visual tampilan warung soto itu terlihat menarik di mata saya.

Bangunan semi terbuka yang terletak di tepi sawah, lengkap dengan pohon talok yang rimbun. Perpaduan tersebut membawa ingatan saya pada warung-warung di masa lalu. Alasan kedua tentu saja melihat warungnya yang penuh, bagi saya itu adalah salah satu indikasi bahwa makanan yang disajikan enak rasanya.

Kami pun lantas turun dan berbagi tugas. Mas Chandra mencari tempat duduk kosong, sedangkan saya pergi ke area depan tempat pemesanan. Saat saya mendekat ke gerobak, uap mengepul dari panci besar dimana kuah soto dipanaskan.

Aroma harum menguar tajam, membuat perut saya bernyanyi riang. Setelah memesan dua porsi soto dan dua es teh, saya pun menyusul Mas Chandra dan Renjana yang sedang mengudap tempe garit.

Jika kebanyakan penjual soto menyediakan tempe mendoan atau tempe keripik sebagai teman makan, di warung ini tempenya digoreng tanpa tepung. Ibu saya biasa menyebutnya dengan nama tempe bawah uyah, karena memang hanya dibumbui garam dan bawang putih.

Saya sendiri menyebutnya tempe garit, sebab sebelum direndam dalam air bawang dan garam, permukaan tempe akan digores atau digarit dengan pisau supaya bumbunya meresap sempurna.

Tempe garit ini favorit saya. Karena itu mata saya terbeliak tatkala melihat tempe garit keemasan dengan tingkat kematangan dan kegaringan sempurna bertumpuk-tumpuk di piring ceper. Selain tempe garit, ada juga piring berisi sate ati, sate usus, dan sate telur puyuh. Makanan berkolesterol tinggi yang menjadi kegemaran saya. Kaleng kerupuk berwarna biru dan hijau juga berbaris rapi di tiap meja.

“Kerupuknya enak ini, ada ijo-ijonya,” kata Mas Chan sambil mencomot kerupuk berwarna gading yang renyah. Dia adalah tim penyuka kerupuk dengan ijo-ijo, alias irisan daun bawang (atau seledri) kering yang digoreng bersama-sama. Melihat ayahnya makan kerupuk, Renjana pun ikut-ikutan minta kerupuk.

Tak perlu menunggu lama, dua mangkuk soto hadir di hadapan kami. Mangkuk soto yang sangat penuh. Ada kubis, kecambah, daun seledri, soun, suwiran daging, dan irisan tomat merah yang menutupi tumpukan nasi di bawahnya. Berhubung namanya soto lenthok, tak ketinggalan irisan lenthok berwarna kuning cerah.

Lenthok sendiri merupakan makanan yang menyerupai perkedel, hanya saja tidak dibuat dari kentang melainkan dari singkong. Di beberapa tempat kadang lenthok ini juga terbuat dari kacang tholo. Saya sendiri tidak tahu bumbu pastinya apa, yang jelas gorengan yang dicampurkan dalam soto ini rasanya enak dan sangat mengenyangkan.

Saya memilih memakan lenthok di suapan pertama, sebab jika dibiarkan terendam kuah terlalu lama, lenthok akan menggembung dan benyek. Rasanya tak lagi crunchy.

Kuah soto lenthok ini bening dan gurih. Selain sambal dan sedikit jeruk nipis, saya jarang menambahkan kecap saat memakan soto. Bisa merusak cita rasa asli. Beda dengan Mas Chan yang hobi makan kecap. Kuah sotonya berubah menjadi cokelat kehitaman.

Kuliner ini cocok dimakan pagi hari atau saat udara berubah menjadi dingin. Sensasi hangat menjalar di perut saat saya menyesap bersendok-sendok kuah soto yang terasa light. Satu yang tak saya duga, ternyata sang penjual sangat royal dalam memberikan suwiran ayam. Jika tak suka daging, pengunjung bisa minta untuk menggantinya dengan jeroan, sayap, hingga uritan.

Es teh yang disajikan pun terasa enak. Saya tidak tahu teh apa yang digunakan, tapi rasanya mirip teh burjo Karangmalang legendaris itu yang sekarang sudah tutup. Segar, wangi, kentalnya pas. Saya tak menyesal karena tak jadi pesan es jeruk.

Baca: Es Jeruk Adalah Kunci

Pilihan kami untuk berbalik arah pagi itu rupanya tak salah. Soto lenthok cabang tajem ini benar-benar nikmat. Harganya pun murah meriah. Dua porsi soto, dua es teh, dan entah berapa kerupuk, tempe, serta sate, saya hanya membayar sekitar 25ribu.

Soto yang saya temukan tanpa sengaja itu kini menjadi salah satu warung soto favorit saya. Kalau kawan-kawan tertarik ingin mencobanya, saya sarankan datang di pagi hari. Sebab jelang siang biasanya gorengan dan satenya sudah tidak lengkap. Supaya tidak menyesal, sebaiknya datang lebih awal kan?

Soto Lenthok 2 Cabang Tajem
Lokasi Jl. Raya Manukan, Sanggrahan, Condongcatur, Kec. Depok, Kabupaten Sleman
Jam buka: 06.00 – 15.00 WIB

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 247

7 Comments

  1. Kalo lenthok di solo, dr kacang gitu, dan jujur aja aku ga suka :p. Kalo yg dr singkong gini aku blm pernah rasain rasanya. Kita sama mba, kalo makan soto bening di jogja ato solo, aku juga males nambahin kecap krn rasanya jd berubah :p. Mndingan cuma sambel dikit. . Walo suka pedes, tp ada beberapa makanan yg aku lbh suka rasa originalnya sebelum dicampur apa2 :p

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *