Cerita Cinta dan Sunset Candi Plaosan

“Kita ini aneh ya. Membangun sesuatu yang kita tau kelak bakal kita hancurkan sendiri,” ujar seorang gadis sambil menatap arus sungai yang mengalir di bawah jembatan. Sesekali pandangannya tertoleh pada lelaki yang berdiri tak jauh di sebelahnya. Lelaki yang belum lama ia kenal, sosok yang berusaha ia hindari sekuat mungkin, namun hati justru berkata sebaliknya.

 “Udahlah nggak usah bahas hal itu. Nanti malah jadi sedih. Ngobrol yang lain aja deh,” jawab si lelaki berusaha mengalihkan pembicaraan. Raut wajahnya cukup riang, namun dalam hatinya terasa bimbang. Sambil bercakap, lelaki itu melemparkan kerikil ke sungai yang bersepuh perak akibat terpaan mentari senja, menciptakan keriap di permukaan.

“Berarti aku nggak boleh jatuh cinta terlalu dalam. Aku juga harus menyiapkan hati untuk kehilangan,” lanjut si gadis tanpa mempedulikan ucapan si lelaki. Kalimat yang getir, namun diucapkan dengan tersenyum.

“Nggak usah mikir yang jauh. Sekarang nikmati waktu yang ada aja. Udah yuk ah, balik. Udah sore, nanti dicari anak-anak lain”.

Bergegas mereka beranjak dan melangkah menuju utara, meninggalkan jembatan panjang dan rumpun bambu yang membentengi aliran Sungai Opak. Di sebelah barat, mentari berusaha menyinari hamparan sawah dengan cahaya terakhirnya sebelum benar-benar ruyup dan tenggelam di balik cakrawala.

*****

Ini entah kali keberapa saya mengunjungi Candi Plaosan. Berbeda dari biasanya yang datang bersama kawan-kawan, kali ini saya datang bersama Mas Chandra dan Renjana. Setelah sempat tertunda lama, akhirnya kami menjejak di candi ini juga. Padahal, sebenarnya Plaosan itu tidak terlalu jauh dari rumah. Tapi seperti biasa, kita terbiasa mengejar yang jauh dan yang dekat justru kerap diabaikan.

Kami datang pada Sabtu sore yang cukup ramai. Mobil dan motor parkir berderet-deret, orang-orang memenuhi badan jalan, dan penjual sibuk meneriakkan dagangan mereka. Ya, kami datang berbarengan dengan acara Festival Candi Kembar, festival tahunan yang diadakan di kompleks Candi Plaosan.

Sebelum masuk ke kompleks candi, kami sempat singgah sejenak ke lokasi festival guna menemui beberapa kawan dan melihat pertunjukkan seni. Namun mengingat Cand Plaosan hendak ditutup, kami pun bergegas masuk ke kompleks candi.

Candi Plaosan adalah bukti nyata bahwa kekuatan cinta mampu menyatukan sekat perbedaan. Candi nan cantik ini dibangun oleh Rakai Pikatan yang beragama Hindu untuk permaisuri terkasihnya Pramodyawardani yang memeluk Budha. Mengunjungi Plaosan tidak hanya mengajarkanmu tentang kekuatan cinta namun juga makna toleransi yang sesungguhnya.

Itulah deretan kalimat yang pernah saya tulis di Maioloo untuk mendeskripsikan candi cantik ini. Membincang soal Plaosan tentu saja akan mengingatkan saya pada perjalanan cinta yang mampu menyatukan dua perbedaan besar.

Berdasarkan beberapa tulisan yang saya baca, Rakai Pikatan yang berasal dari Dinasti Syailendra merupakan pemeluk Hindu. Namun, karena cintanya kepada sang istri yang notabene adalah pemeluk Budha, dia pun membuatkan tempat pemujaan berupa Candi Budha dengan sedikit sentuhan arsitektur Hindu.

Kompleks Candi Plaosan dibangun pada pertengahan abad ke-9. Kompleks candi ini terbagi menjadi dua bagian, yakni Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Kedua candi memiliki teras segi empat yang dikelilingi dinding tempat semedi berbentuk  gardu di bagian barat serta stupa di sisi lainnya. Karena kesamaan hal tersebut, maka Candi Plaosan kerap disebut sebagai candi kembar.

*****

Saya selalu suka berkunjung ke Plaosan. Selain suka dengan kisah latar belakang pembangunannya, saya suka dengan suasananya. Kompleks candi yang terbilang cukup besar dibanding candi-candi kecil lainnya ini menyimpan magi tersendiri. Tumpukan batuan tua, deretan bangunan yang belum sempurna, hingga pohon yang berdiri tegak dengan akar mencengkeram tumpukan batuan. “Ini pura-puranya di Angkor Wat lah ya,” kata saya pada Mas Chandra.

Candi Plaosan memiliki halaman yang luas dan bisa digunakan lari oleh bocah-bocah. Pada musim penghujan, rumput hijau serupa karpet tebal akan menutupi bagian ini. Sedangkan di musim kemarau, gantian debu yang melingkupinya. Duduk di rerumputan kala sore terasa sangat menyenangkan. Dari candi ini, saya pun bisa melihat sunset yang indah.

Sore itu saya biarkan Renjana berlarian sesukanya di tanah lapang, di antara tumpukan batu, maupun di bilik-bilik candi. Saya sendiri memilih untuk berjalan pelan dan mengamati susunan batu-batu kuno ini. Pikiran saya melayang jauh ke masa lampau. Tentang adanya cinta yang begitu besar bahkan bisa melenyapkan perbedaan yang ada.

****

Pada akhirnya lelaki dan gadis itu menyerah dan memutuskan berpisah. Mereka sampai pada titik untuk “menghancurkan apa yang sudah dibangun”. Tak ada lagi yang bisa dipertahankan maupun diperjuangkan.

Ada cinta di antara mereka, tetapi bukan cinta yang seagung cinta Rakai Pikatan kepada Pramodyawardhani. Mereka tidak ingin menyatukan perbedaan atas nama cinta. Karena mereka tahu, ada hal lain yang lebih berharga untuk dijaga.

Meski sudah menyadari sejak pertama kali jatuh hati, meski sudah mempersiapkan hati sejak memutuskan melangkah bersama, ternyata berpisah tetap menguras air mata. Sekuat apa pun mereka mencoba berani, ternyata patah tetap meninggalkan luka.

It’s not the goodbye that hurts, but the flashbacks that follow…

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 248

19 Comments

  1. Dari prolognya kemudian epilognya, mmm Mbak Sha pernah beberapa kali menyinggung dalam suatu tulisan. Tapi tetep nyesegh begitu bacanya (‘:

    Mbak, Festival Candi Kembarnya sendiri tu baguss nggak acaranya?
    Aku kemarin malah kelupaan.

    Oh ya, PR banget nyunset di Plaosan. Semoga suatu saat terwujud. Aku pernah yang versi sunrise, tapi karena dari Bantul… Sampai sana udah kesiangann…

    • Pssssssst, rahasiaaaa. Menyinggung di twitter sih seringnya muahahahaha.

      Aku nggak terlalu ngikutin festivalnya sih, tapi yang jelas ada tari-tarian gitu. Kayaknya semakin malam semakin seru deh. 2 Minggu lagi ada festival Gerobak Sapi nggak jauh dari rumahku lho, mbak. Ayo datang.

      Kebalikan ya, semacam aku yang PR banget kalau mau nyunrise n ngejar kabut di Bantul hihi.

  2. Aku blm pernah ke Plaosan…padahal ga gitu jauh juga.
    Klo jaman dulu orang sering ngasih hadiahnya dibangunin candi gitu yaa…
    Klo sekarang…dibikinin rumah/dibeliin apartemen kali yaa…ha..ha

  3. Wah jadi kangen main ke Plaosan. Biasanya aku ke sana pagi, pas sunrise dan itu bagus banget. Soal Rakai Pikatan dan Pramodyawardhani, berarti soal cinta beda agama.
    Belum lagi toleransi, ketika ada Candi Prambanan berlatar Hindu sebesar itu, di sekelilingnya ada Candi Plaosan yang berlatar Budha. Tapi secara arsitektur juga perpaduan antara dua agama itu. Bayanginnya dulu berarti anteng ya, dua agama, bisa ada dua tempat ibadah berdekatan

    • Aku pengen ke Plaosan sunrise, tapi belum kesampaian, terus malah udah mau musim hujan, males bangun pagi.
      Nyiahahahahaha, dudududududu, kita memang satu Tuhan yang tak sama.

      Yoih masa dulu toleransinya cihuy. Keyakinanmu ya keyakinanmu, punyaku ya punyaku, karena itu hubungan personal kita sama Gusti, nggak kaya sekarang ya. Ribut mulu isinya.

  4. Kalau senja, Candi itu terihat bagus yah.. sukaaa

    Candi Plaosan. meskipun cuma orang Boyolali, tapi aku belum pernah ke sana… semoga suatu saat bisa ke sana… aamiin

  5. hmmm… duh apa aku juga harus segera melepaskan yang nantinya bakal sakit…
    nyesegh

    taman candinya luas ya, oh iya. boleh gak sih bawa tiker terus makan bareng gitu 4-5 orang?

    • Yakinkan hati dulu, apa iklas benar-benar melepas? 8uhuk

      Luas, mas. Bagian depan, bagian belakang, enak lah. Boleh aja sih. Belum lama ini adiknya kawanku wisuda dan mereka males antri poto studio akhirnya foto2 di Plaosan, gelar tiker, terus makan-makan, seru. Tapi asal pas nggak rame banget kali ya, biar nggak mengganggu rangorang lain.

  6. Rangkaian kata-katanya apik banget mbak.. Nama yang mbak berikan ke buah hati juga cakep,, bener-bener pujangga nih hihi..

    Cinta yang terpisahkan karena beda kepercayaan emang nyesek ya mbak.. Karena walau bagaimanapun, cinta kepada Sang Pencipta harus lebih tinggi dari cinta lainnya..

    -Traveler Paruh Waktu

  7. Cuma candi2 di indonesia yg bisa bikin aku tertarik unuk datang 🙂 . Krn memang lbh cantik, cerita sejarahnya juga menarik. Itulah kenapa pas ke Siamrep dan staff hotel kyk shock pas tau aku ga ke angkor wat, dalam hati sbnrnya aku pgn bilang, krn candi2 di negara saya jauuh lbh cantik sbnrnya :p.

    • Mungkin candi-candi di Indonesia hanya kalah di perawatan, pengelolaan, dan publikasi, mbak. Padahal justru tempat seperti ini menarik minat wisatawan asing dibanding wisata yang sekarang apa-apa dibikin spot-spot foto. Karena candi-candi ini memang keren.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *