Perbedaan Traveling Saat Lajang dan Traveling Bersama Balita

Bulan Januari sempat muncul meme di laman facebook Indonesia Jaman Dulu yang berbunyi “selagi kalian melajang traveling-lah sejauh mungkin, karena kalau sudah menikah mau ke Alfamart depan aja disuruh cepat balik”. Kontan banyak komentar berhamburan, baik yang pro maupun yang kontra.

Saya pun akhirnya menuliskan tanggapa soal meme tersebut di situs Mojok. Bagi kawan-kawan yang belum baca bisa melipir sejenak kesini ya (halah jebul mung pamer). Sedangkan di blog ini sendiri pun saya sudah pernah nulis juga soal Ibu Traveling dan Nyinyiran Kanan Kiri.

Kali ini saya nggak akan membahas soal hal itu. Saya hanya ingin berbagi soal apa saja yang beda ketika traveling saat lajang dan traveling sesudah menikah sambil bawa balita. Aslinya saya sudah sering bepergian berdua dengan Renjana, namun untuk yang jarak agak jauh ya kemarin itu waktu kami berdua melakukan trip hore bertajuk #Btrip. Jadi selama beberapa hari kami keliling Bekasi, Bogor, dan Batavia.

Perbedaan traveling saat lajang dan traveling bersama balita

Penasaran pengen tahu perbedaannya seperti apa? Baca artikel ini sampai tuntas yak!

Persiapan sebelum berangkat

Jangan lupa bawa jajan yang banyak!
Jangan lupa bawa jajan yang banyak!

Saat belum menikah dulu saya adalah tipe yang go show. Subuh-subuh apa jam 10 malam ditelpon kawan buat jalan ya ayo-ayo aja. Prinsipnya jangan pernah melewatkan tawaran jalan-jalan, apalagi kalau gratis. Waktu naik ke Merapi saya baru diajak sore sekitar jam 3an, padahal rencana berangkat jam setengah tujuh malam. Nggak usah pakai persiapan fisik dan bekal yang memadai, pokoknya berangkat aja. Tapi semenjak punya anak saya sudah tidak seimpulsif dulu.

Dulu untuk perjalanan 2 minggu, saya masih bisa packing 1 jam jelang berangkat. Tapi kalau sekarang mana bisa. Biasanya sebelum bepergian saya akan membuat daftar barang apa saja yang harus dibawa, khususnya menyangkut perlengkapan bocah. Packing minimal dimulai sehari sebelum keberangkatan. Tapi semakin Renjana besar packing jadi semakin mudah, barang pun semakin ringkas karena sudah tidak perlu membawa popok, perlak, bedong, dan perintilan bayi. Yang jelas sekarang saya jadi lebih teliti dan tertata. Persiapan harus matang.

Budget

Budget penting! Biar bisa bobok di kasur empuk!
Budget penting! Biar bisa bobok di kasur empuk!

Hiks, budget ini paling kerasa. Dulu saat masih lajang nggak punya duit pun saya berani jalan. Kalau kepepet yang ngegembel enggak masalah. Tak peduli duit di kantong cekak, selama ada kesempatan ya jalan aja. Pulang travelling hidup kere nggak masalah, yang penting hasrat jalan-jalan terpenuhi. Tapi sekarang sudah enggak bisa sodara. Saya masih belum tega ngajak Renjana terlantar di jalan.

Sekarang sebelum bepergian saya harus memastikan bahwa uang cukup dan memiliki simpanan yang sewaktu-waktu bisa dibobol. Maklum, bocah kan suka jajan, suka minta mainan, suka ini itu. Kalau orang dewasa bisa lah menahan diri, kalau bocah mana bisa. Makanya pergi kemanapun duit kudu disiapin, bahkan harus ada uang cadangan yang bisa digunakan sewaktu-waktu saat ada keperluan mendadak. Dan berhubung anak di atas 2 tahun sudah bayar tiket kereta dan pesawat full, makanya budget bener-bener dipikirin.

Pemilihan destinasi

Piknik ke Museum Dirgantara

Saat masih lajang saya suke pergi ke tempat-tempat yang cukup menantang. Salah satu favorit saya adalah menyusuri gua. Berada di dasar bumi yang gelap tanpa cahaya selalu menguatkan sisi keimanan saya. Entah mengapa saya merasa Tuhan justru jadi terada begitu dekat saat berada di gua dibandingkan saat berada di bangku gereja, ahahahahaha. Mengekplorasi tempat-tempat baru yang tidak terlalu turistik dan minim fasilitas juga menjadi hal yang menyenangkan.

Baca: Sekali Lagi Belajar Dari Gua Jomblang

Semenjak saya punya balita, saya belajar untuk berkompromi. Sepengen apa pun saya naik gunung, sepengen apa pun saya masuk gua lagi, saya menahan diri lebih dulu. Saya tidak ingin memaksakan kehendak dengan mengajak balita yang masih riskan. Misalnya naik gunung pun lebih ke gunung-gunung pendek atau bukit. Saya baru akan membawa Renjana naik ke gunung tinggi selepas dia berusia 5 tahun, demi kebaikannya.

Kini saya lebih memilih untuk piknik ke tempat yang gampang-gampang dulu. Kebun raya, taman bermain, candi, pantai, museum, dan tempat-tempat yang sekiranya balita merasa nyaman. Jika dia terlihat sudah bosan dan kelelahan, maka emak harus tahu kapan saatnya berhenti dan beristirahat. Saya percaya, traveling bukanlah melulu soal destinasi.

Pemilihan akomodasi dan transportasi

Naik bis ekonomi? Siapa takut?
Naik bis ekonomi? Siapa takut?

Saya termasuk orang yang suka jalan kaki. Diajak jalan ayok-ayok aja. Kalau capek ya berhenti. Saya juga nggak ribet soal menginap. Sebagai orang yang pelor, saya bisa tidur dimanapun, bahkan di tempat terbuka. Kemampuan yang tidak dimiliki setiap orang ya. Makanya saya gampangan kalau diajak kemanapun.

Tapi semenjak punya anak, saya jadi mikir, kasihan banget kalau bocah harus tidur di sembarang tempat. Ya walaupun Renjana mewarisi kemampuan emaknya yang bisa tidur di mana saja. Dia juga bisa naik apa saja, mulai dari motoran jarak jauh, naik angkot, hingga bis ekonomi yang umpek-umpekan.

Meski begitu kini sebisa mungkin saya berusaha memberikan akomodasi yang lebih proper buat dia. Seenggaknya bisa nginep di tempat yang enak (beda ceritanya kalau berniat camping, ya). Makanya itu seperti di point sebelumnya, budget menjadi hal yang sangat penting dan harus dipersiapkan matang-matang.

Kursi prioritas

Sebagai mantan penumpang bis ekonomi antar provinsi yang terlatih #halah, saya sering bertemu dengan wanita hamil, ibu membawa anak-anak, atau lansia yang turut berdesak-desakan di bis. Jika sudah bertemu mereka, tentu saja saya akan memberikan kursi penumpang dan memilih untuk berdiri secapek apa pun itu.

Pengalaman berbeda saya alami kemarin saat melancong ke Jakarta. Berhubung saya membawa Renjana, maka baik di KRL maupun TransJakarta saya selalu diberi kursi prioritas. Senang? Jelas. Tapi kadang dilematis juga. Jika yang menyerahkan kursinya masih muda dan kuat tentu saya terima dengan senang hati. Namun ketika melihat ada wanita yang lebih tua berdiri dan ikut berdesak-desakkan saya kok merasa sedikit bersalah ya? Rasanya pengen memberikan kursi saya. Tapi gimana dengan bocah? Hehehehe. Mungkin saya perlu belajar mengolah rasa soal ini.

Bagaimana caranya supaya traveling bersama balita tetap menyenangkan?

Enjoy every moment!
Enjoy every moment!

Beberapa kawan saya yang belum memiliki anak atau sudah memiliki dan ingin mencoba traveling bersama anak-anak mereka beberapa kali menanyakan hal ini pada saya. Gimana sih caranya biar liburan tetep seru meski bawa anak? Menurut saya sih caranya adalah “terus mencoba” ahahahahaha.

Untuk apa pun kita perlu latihan, kan? Begitu juga dengan traveling. Kita harus terus melakukannya sampai kita tahu formula mana yang paling asyik buat keluarga. Karena masing-masing orang punya preferensi sendiri dalam bepergian, jadi jawaban pertanyaan ini juga nggak bisa seragam.

Kalau saya dasarnya senang bertualang serta mencoba hal-hal baru, jadi ya apa pun tetep saya anggap seru. Anak rewel dan crancky di jalan itu saya anggap sebagai keseruan tersendiri. Selama orang tua bisa menata hati dan moodnya, anak juga akan terpengaruh kok. Saya suka spontanitas.

Bagi kawan-kawan yang enggak se-woles saya dan ingin semuanya serba teratur, mungkin ikut paket tour adalah pilihan yang tepat. Dengan ikut paket tour, kawan-kawan tinggal bawa diri aja tanpa perlu ribet mikir ini dan itunya. Jadi selama di lokasi bisa benar-benar menikmati suasana.

Kemudian muncul suara dan pertanyaan dari kerumunan…

“Tapi kan kalau ikut tour tempatnya itu-itu aja, budgetnya juga pasti lebih mahal. Belum lagi kalau agen tournya reseh gimana?”

Hellooo, bukankah untuk setiap pilihan pasti ada konsekuensinya? Ya anggap saja itu konsekuensi yang harus diambil. Tapi sini saya kasih tau satu hal dulu.

Dear bapak ibu yang budiman, kini ada lho yang namanya Vizitrip. Jadi Vizitrip itu adalah online marketplace yang menyediakan paket tour dan atraksi wisata untuk Anda. Berhubung ini marketplace, jadi di situs ini ada buanyaaaak tour partner yang bisa dipilih. Semuanya sudah berpengalaman dalam memberikan layanan wisata. Nggak ada namanya paket wisata odong-odong.

visitrip

Serunya lagi, kawan-kawan bisa bikin itinerary sendiri sesuai dengan keinginan, mereka nantinya akan memberikan harga yang affordable. Bahkan ada paket tour murah mulai dari 100 rebuan. Yak kamu nggak salah baca, 100 rebuan.

Paket wisata yang ditawarkan juga beragam, mulai dari wisata sejarah, budaya, alam, bahari, petualangan, dll. Selain menyediakan tour dalam negeri, mereka juga menyediakan paket tour luar negeri. Asyik kan? Tour online satu ini bakalan menjadi jawaban pertanyaan teman-teman yang ingin memulai traveling bareng anak dan keluarga. Bersama Vizitrip kini #LiburanJadiMudah.

Kawan-kawan sendiri sudah punya rencana buat liburan kemana Lebaran besok? Bagi cerita dong, kali aja kita bisa sua di jalan.

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 248

19 Comments

  1. Mbak, aku suka kagum sama buibu yang bawa sampai dua anak kecil pergi-pergi naik transportasi umum. Beliau biasanya bawa bekal cemilan banyak biar anaknya anteng. Entah kriuk-kriuk, biskuit, susu kotak, belum lagi bawa tas banyak 😮
    Kalau bRe, pernah nggak tanrum mbak pas kondisi pergi-pergi begitu?

      • Aku pernah ketemu bukibuk bawa 3 anak cobaaaak, salut lah sama beliau. Iya, ku kemana-mana kalau sama bRe juga memastikan logistik cukup dan banyak pilihan. Jadi saat bosen sama yang satu sodorin yang lainnya.

        Tantrum di jalan? Pernah sekali, saat baru 1 tahun kayanya. Kami naik travel berdua pas arus balik. Muacet dan di mobil berjam2. Dia gerah, capek, nangis nggak berhenti ada 30 menit. Emaknya panik ahahahaha. Sekarang yang jadi masalah dia kadang mabok di mobil.

  2. hihih saya sudah mulai merasakannya juga Mbak, sementara karena anak masih dibawah satu tahun, jadi perginya ya ke resort yang sering nongolin promo. Enaknya ya itu, ada kasur empuk, ada udara dingin, jalan-jalan di resort dengan pemandangan ijo-ijo, juga kolam renang yang bisa bikin si kecil betah kecipak kecipuk sampe nangis kalau diangkat dari air.

    Transportasi ternyaman sementara adalah kereta api untuk jarak jauh, selain dingin, juga pemandangan dari kaca super gede bikin si kecil betah diem nonton gak rewel. Kedua ya taksi onlen, wkwk gak betah dan gak aman pula naik motor di Semarang kala siang terik kalau mau pergi-pergi…aahah

    • Ahahahahaha, semangat mas. Nanti gedean dikit udah bisa diajak jalan yang agak2 “liar” lah. Yang penting dikenalkan dulu sedari kecil ya. Biar mereka tahu dunia ini enggak cuma kisaran rumah aja hehehe.

      Aha iya, buat orang gede pun males banget kalau siang-siang harus motoran di Semarang, puanaaaas pool. Apalagi buat bocah.

  3. Terlihat dari foto pelengkapnya … si dedek kelihatan nikmatin banget moment liburannya ?
    Niru ortunya yang hobby travelling.

    Beruntung punya anak kesamaan hobby dengan kalian,kak.
    Kalau ngga, pasti rewel terus .. hehehe

    • Ini emak bapaknya yang “meracuni” bocah buat travelling sejak dini hihi. Kalau orangtua sudah “mengkondisikan” sejak kecil, bocah biasanya akan ngikutin dan enjoy kok. Yang utama adalah orangtunya dulu yang harus suka.

  4. Hmm.. Jadi njegleg banget begitu ya mbak jadinya..
    Mungkin yang paling berat adalah menahan diri enggak ke tempat kesukaan dulu dan memprioritaskan anak..

    Tapi ttp salut..
    Sejak kecil udah diajarkan untuk melihat luasnya dunia..

  5. Catet dulu, buat belajar–mumpung belum menikah. Puas-puasin dulu hasrat buat jalan-jalannya. Biarpun kantong kering, tetep berangkat. Hehe… Wah, sepertinya nanti kalau Renjana udah beneran “dibawa” buat naik gunung, bakal ada duo dekbay yang populer di jagat pendakian Indonesia ini. Satu si Max dan Mom Nyoman—satunya lagi Renjana dan Mom Elisabeth.

    Mbak, ada akun google+, nggak mbak? Pengen follow, biar nggak ketinggalan tulisan di blog ini ^^
    *Dilema beda platform buat ngeblog*

    • Ahahahaha, iya mas. Mumpung masih lajang berkelana sejauhnya, semampunya. Bukan berarti kalau sudah punya anak nggak bisa berkelana, bisa, tapi sensasinya bakalan beda. Waaaa, disandingin sama Max n Dokter Nyomiez? Sini mah remahan astor hihihi.

      Ada, mas. G+ku Elisabeth Murni. Postingan baru selalu muncul disana. Atau subscribe by email bisa juga sih.

  6. Baca postingan ini jadi inget waktu anak kembarku msh kecil. Ekpresi mereka suka skali kalo tau mo diajak pergi. Malamnya mereka jam 7 udh masuk kamar biar bisa cepet pagi…hehe..Tapi taukan kalo anak udh cape jalan, papahnya yg harus siap angkut beban alias nggendong salah satu… Tapi asyik lo traveling sama anak2

    • Aha, anak saya juga gitu mas. Bangun tidur udah tanya “ibuk hari ini kita mau ke mana?”
      Untungnya anak saya doyan jalan kaki, jarang banget saya atau bapaknya gendong-gendong, kecuali kalau pas diajak trekking ke medan yang berat dan jauh.

  7. Saya suka kagum tuh sama ibu/bapak/orangtua yang suka bawa anaknya traveling. Menurut saya itu bakal baguss banget untuk tumbuh kembang anak. Jadi banyak gerak, jadi lebih mengenal buminya.

    Meski seperti yang kakak bilang di atas tuh, persiapannya beuuuuh dah beda lah sama yang lajang xD

    Meski saya belum punya anak tapi adalah cita-cita seperti ini, jadi anaknya ga bakal jatuh cinta sama teknologi/gadget aja. Tapi dia tahu ada yang harus di eksplor di luar rumahnya hehehe.

    • Iyaaa, ribetnya pol-polan. Tapi semakin anak beranjak gede semakin enggak ribet kok. Yang susah justru jaga moodnya dia biar enggak crancky.

      Yuk jadi orangtua yang mengenalkan anak dengan alam sedari dini. Biar mereka mencintai buminya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *